Program “Satu Desa Satu Produk” sebagai Aplikasi Bio-Eco Culture untuk Mendukung Ketahanan Pangan
Indonesia
sebagai negara kepulauan dengan 34 provinsi yang tersebar dari sabang
sampai merauke memiliki budaya yang beraneka ragam, begitu pun dengan
makanan tradisional yang ada di dalamnya. Makanan tradisional dengan
cita rasa khas menjadi indikator bagi setiap daerah di Indonesia. Dalam
konsep ketahanan pangan, satu produk memiliki kontribusi penting dalam
menjamin ketahanan pangan di setiap daerah. Sehingga dinilai sangat
berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Namun sangat
disayangkan hingga detik ini, upaya pelestarian dan pemanfaatan optimal
produk pangan lokal masih belum menjadi perhatian khusus pemerintah.
Konsep bio-eco culture berkaitan
dengan ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan harus dipahami dan
diartikan dengan benar. Ketahanan pangan adalah kondisi dimana setiap
orang sepanjang waktu, baik fisik maupun ekonomi, memiliki akses
terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan
gizi sehari-hari sesuai dengan preferensinya (FAO). Mandiri pangan
dipahami sebagai upaya pemenuhan kebutuhan yang dapat dicukupi oleh
kemampuan sumberdaya yang dimiliki, dilihat dari bekerjanya subsistem
ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan. Ketahanan pangan “melibatkan banyak pelaku dari berbagai aspek dan mencakup interaksi antar wilayah, sehingga memerlukan pendekatan sistem yang disebut sistem ketahanan pangan”.
Konsep bio-eco culture membutuhkan
keberadaan lingkungan hidup yang mendukung terwujudnya tujuan akhir
dari implementasi dan rekayasa pada konsep ini. Lingkungan hidup
berperan penting dalam interaksi antar komponen (bio-geo sistem)
yang mendukung perputaran fungsi hayati dalam ekosistem. Sehingga amat
diperlukan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang
menjadi basis pertahanan, meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian
lingkungan hidup. Dalam pola untuk mempertahankan eksistensinya dituntut
adanya pola adaptasi yang tinggi diantara seluruh aspek yang ada dalam
lingkungan, sehingga konsep bio-eco culture dapat diterapkan dalam pemenuhan pangan dan gizi.
Kita
hendaknya dapat belajar banyak dari Jepang dalam menjaga dan
melestarikan nilai-nilai dan budaya yang eksistensinya mampu sejajar
dengan modernisasi zaman. Jepang merupakan salah satu negara yang mampu
mengantisipasi kemajuan zaman tanpa harus kehilangan nilai-nilai
tradisionalnya. Hal ini tampak juga pada pengembangan produk-produk
makanan tradisionalnya. Strategi pengembangan makanan tradisional yang
terpadu secara erat baik oleh pihak produsen, pemerintah, ilmuwan dan
masyarakat, telah melahirkan strategi yang teruji keterandalannya
sekaligus produk-produk tradisional yang mampu bersaing di tengah
maraknya produk-produk asing.
Program “Isson Ippin” (satu
daerah/desa, satu produk), penelitian berkesinambungan, tuntas, dan
terfokus pada komoditi unggulan; sistem bimbingan dan pengawasan yang
efektif; penjaminan harga; promosi dan pembentukan “image” serta
penyerataan dalam program-program pariwisata merupakan contoh-contoh
strategi yang telah cukup sukses membawa produk-produk pangan lokalnya
tetap menjadi primadona di tempat asalnya. Atau bahkan menembus pasar
manca negara. Konsep pangan Jepang terkini telah melahirkan suatu
kelompok pangan dengan fungsi baru-FOSHU (Foods for Specified Health Uses)
yang didukung penuh oleh tiga kementerian sekaligus, yaitu :
Kementerian Pendidikan, Ilmu dan Kebudayaan, Kementerian Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan serta Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan
Masyarakat. Konsep ini menjadi terobosan baru bagi dunia pangan yang
saat ini dikenal dengan konsep pangan fungsional.
Untuk
Indonesia, mungkin belum bisa merealisasikan “Satu desa satu produk”.
Karena hingga saat ini masih sedikit informasi yang didapat terkait
pengembangan pangan tradisional dengan konsep “Satu kabupaten satu
produk pangan andalan”. Sebagai negeri dengan kelimpahan sumber daya
alam, masih banyak potensi di tiap-tiap daerah yang belum digali dengan
fokus jelas dan digarap secara terpadu hingga tuntas. Indonesia
memiliki peluang yang besar akan ini.
Penelitian
merupakan bagian penting dari pengembangan suatu produk, termasuk
makanan tradisional. Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh makanan
tradisional harus dapat dibuktikan secara ilmiah melalui penelitian.
Penelitian yang tuntas, dari hulu hingga hilir termasuk dari segi
sosialisasi dan pemasaran. Keberanian pemerintah untuk melakukan
penelitian bersama yang berkesinambungan sangat diperlukan untuk
memfungsikan peranan pangan tradisional untuk menjamin ketahanan pangan
dan mengurangi ketergantungan negara akan impor komoditi asing khususnya
produk pangan.
Kerja sama yang solid, sebagai suatu konsep dari bio-eco-culture,
antara perusahaan, pemerintah, lembaga penelitian, lembaga pendidikan
dan kelompok masyarakat yang tanggap akan inovasi sangat diharapkan agar
tujuan kemandirian pangan dapat dicapai. Melalui ini potensi besar
negeri ini bisa dioptimalkan dengan tidak melupakan pengembangan dari
sisi sosialnya, yaitu menumbuhkan rasa percaya dan cinta masyarakat
karena itulah kunci keberhasilan dan pencapaian tujuan akhir. Adalah
tanggung jawab kita semua untuk lebih meningkatkan citra produk makanan
tradisional kita untuk Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.
Tulisan ini dimuat di http://berandainovasi.com/program-satu-desa-satu-produk-sebagai-aplikasi-bio-eco-culture-untuk-mendukung-ketahanan-pangan/
0 komentar