Menjamin Ketahanan Pangan Indonesia
Indonesia memiliki sumber daya yang
cukup untuk menjamin ketahanan pangan bagi
penduduknya. Indikator ketahanan pangan juga menggambarkan kondisi yang
cukup baik. Akan tetapi masih banyak penduduk Indonesia yang belum mendapatkan
kebutuhan pangan yang mencukupi. Sekitar tiga puluh persen rumah tangga
mengatakan bahwa konsumsi mereka masih berada dibawah kebutuhan konsumsi yang
semestinya. Lebih dari seperempat anak usia dibawah 5 tahun memiliki berat
badan dibawah standar, dimana 8 % berada dalam kondisi sangat buruk. Bahkan
sebelum krisis, sekitar 42% anak dibawah umur 5 tahun mengalami gejala
terhambatnya pertumbuhan (kerdil); suatu indikator jangka panjang yang cukup
baik untuk mengukur kekurangan gizi. Gizi yang buruk dapat menghambat
pertumbuhan anak secara normal, membahayakan kesehatan ibu dan mengurangi
produktivitas angkatan kerja. Ini juga mengurangi daya tahan tubuh terhadap
penyakit pada penduduk yang berada pada kondisi kesehatan yang buruk dan dalam
kemiskinan.
Upaya untuk terus menangani
permasalahan pangan dan gizi telah banyak dilakukan oleh pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Rencana aksi nasional pangan dan
gizi (RANPG) juga menjelaskan betapa pentingnya bagi negara untuk terus berupaya
menjaga kondisi pangan nasional untuk menjamin ketahanan pangan nasional. Tidak
hanya sampai pada tatanan nasional saja, namun negara dalam hal ini pemerintah
harus bisa menjamin ketahanan pangan hingga sampai pada ukuran
individu/perseorangan sebagaimana diamanatkan pada UU No 18 tahun 2012 yang
berkenaan dengan pangan.
Masalah gizi akan terus timbul jika
urusan pangan dan gizi tidak menjadi prioritas pemerintah. Program yang
ditawarkan pun akan tidak relevan jika tidak memperhatikan kaedah-kaedah
pengaturan yang menyertai komponen-komponen ketahanan pangan. Faktanya
banyaknya program yang menyentuh urusan ini ternyata masih dirasa tidak powerful dan tidak mendatangkan dampak
berupa out put yang berbekas. Relevansi kebijakan pangan pun tidak sepenuhnya
dirasakan untuk dapat mendukung program yang dicanangkan, sehingga ketahanan
pangan negeri ini masih cukup sulit untuk diwujudkan.
Untuk menjamin ketahanan pangan
nasional perlu adanya kerjasama dan hubungan yang solid lintas sektoral, sebab
ketahanan pangan berbicara mengenai urusan multisektoral bukan sektoral yang
hanya dibebankan ke satu instansi seperti kementerian pertanian saja. Ketika
berbicara mengenai kebijakan ketahanan pangan ada 3 komponen yang harus
diperhatikan dalam rangka mendukung upaya mewujudkan ketahanan pangan itu
sendiri.
Pertama,
ketersediaan pangan. Indonesia secara umum tidak memiliki masalah terhadap
ketersediaan pangan. Indonesia memproduksi sekitar 31 juta ton beras setiap
tahunnya dan mengkonsumsi sedikit diatas tingkat produksi tersebut dimana impor
umumnya kurang dari 7% konsumsi. Lebih jauh jaringan distribusi swasta yang berjalan
secara efisien turut memperkuat ketahanan pangan di seluruh Indonesia. Beberapa
kebijakan kunci yang memiliki pengaruh terhadap ketersediaan pangan meliputi:
larangan impor beras, upaya Kementerian Pertanian untuk mendorong produksi
pangan, pengaturan BULOG mengenai ketersediaan stok beras.
Kedua, Keterjangkauan Pangan. Elemen terpenting dari
kebijakan ketahanan pangan ialah adanya jaminan bagi kaum miskin untuk
menjangkau sumber makanan yang mencukupi. Cara terbaik yang harus diambil untuk
mencapai tujuan ini ialah dengan memperluas strategi pertumbuhan ekonomi,
khususnya pertumbuhan yang memberikan manfaat bagi kaum miskin. Kebijakan ini dapat
didukung melalui program bantuan langsung kepada masyarakat miskin (BLSM), yang
diberikan secara seksama dengan target yang sesuai.
Ketiga, kualitas makanan dan gizi. Hal
yang penting untuk diperhatikan, sebagai bagian dari kebijakan untuk menjamin
ketersediaan pangan yang mencukupi bagi penduduk, ialah kualitas pangan itu
sendiri. Artinya penduduk dapat mengkonsumsi zat gizi mikro (Vitamin dan
mineral) yang mencukupi untuk dapat hidup sehat. Konsumsi pangan pada setiap
kelompok pengeluaran rumah tangga telah meningkat pada jenis-jenis pangan yang
berkualitas lebih baik. Namun, seperti catatan di atas, keadaan gizi pangan belum
menunjukkan tanda-tanda perbaikan sejak akhir krisis. Sejumlah kebijakan
penting yang berpengaruh terhadap kualitas pangan dan gizi meliputi upaya untuk melindungi sejumlah komoditas pangan penting, memperkenalkan
program pangan tambahan dalam percepatan penganekaragaman pangan, penyebarluasan
dan pemasaran informasi mengenai pangan dan gizi.
Dengan terpenuhinya ketiga komponen
ini maka perwujudan ketahanan pangan nasional bukan lagi hanya menjadi sekedar
harapan dalam program/target pemerintah, namun pemerintah dapat menjamin dan
memastikan ketahanan pangan itu sendiri.
0 komentar